BANGSA AKKADIA
Bangsa Akkadia
Kekaisaran Akkad adalah pemerintahan bangsa berbahasa Semit pertama di Mesopotamia, dan ibukotanya berpusat di kota Akkad. Kekaisaran ini menyatukan semua orang yang berbahasa Akkad dan Sumeria di bawah satu payung hukum.
Wilayah yang dikontrol oleh Akkad adalah semua wilayah Mesopotamia (moderen Irak, sebagian: Kuwait, Suriah, Turki dan Iran), mereka sempat mengirim ekspedisi militer ke Dilmun dan Magan (moderen Bahrain dan Oman) di Jazirah Arab.
Peta Kekaisaran Akkad. |
Sargon Agung, sang pendiri kekaisaran Akkad membawa bangsa ini mencapai puncaknya sekitar tahun 2334-2279 SM. Oleh Sargon dan penerusnya, bahasa Akkad dipaksakan kepada negara-negara taklukan seperti Elam dan Gutium. Akkad dianggap sebagai kekaisaran pertama dalam sejarah manusia.
Setelah keruntuhan kekaisaran Akkad, orang-orang Mesopotamia yang berbahasa Akkad terbagi atas 2 negara utama, Ashur di utara dan Babilon/Babel di selatan.
(Bangsa berbahasa semit terbagi 2 wilayah: semit timur adalah Ashur dan Akkad; semit barat adalah bangsa amorit termasuk Kanaan (Phoenicia, Israel, Aram, Moab, Edom, Amon) dan Arab.
Riset Historis
Akkad (Agade) adalah ibu kota kekaisaran Akkad. Sebelum penemuan naskah dalam tulisan kuneiform, Akkad hanya dikenal melalui Alkitab:
Kejadian 10:9-10
9. ia seorang pemburu yang gagah perkasa di hadapan TUHAN, sebab itu dikatakan orang: "Seperti Nimrod, seorang pemburu yang gagah perkasa di hadapan TUHAN (Yahweh)."
10. Mula-mula kerajaannya terdiri dari Babel, Erekh, dan Akad, semuanya di tanah Sinear (Summeria).
Nimrod adalah nama dalam bahasa Ibrani yang belum di temukan konfirmasinya dalam naskah sejarah. Banyak yang menunjukkan kemiripan kisah Nimrod dengan legenda raja Gilgamesh yang mendirikan kota Uruk.
Saat ini sekitar 7.000 naskah dari periode Akkad telah dapat dibaca, dan mereka tertulis dalam bahasa Sumeria dan Akkad. Banyak pula naskah mengenai Kekaisaran Akkad yang berasal dari periode kemudian yakni Ashur dan Babel.
Pemahaman akan kekaisaran Akkad terbentur akan fakta bahwa kota Akkad hingga kini belum terindetifikasi lokasinya. Dan penanggalan dari situs-situs arkeologi juga mengalami permasalahan, karena tidak ada perbedaan mendasar, antara artefak yang berasal dari periode Sumeria atau dari periode Akkad, juga dari periode Ur III. (rentetan periodenya adalah: Sumeria->Akkad->Gutium->Ur III/Neo-Sumeria)
Banyak informasi terbaru mengenai kekaisaran Akkad, berasal dari penggalian di wilayah dataran tinggi Khabur (moderen Suriah), wilayah ini setelah periode Akkad kemudian menjadi bagian dari wilayah bangsa Ashur. Misalnya pada penggalian di Tell Mozan (Urkesh kuno) ditemukan sebuah segel atas nama Tar'am-Agade, yang merupakan anak dari Naram-Sin, yang kemungkinan menikah dengan seorang penguasa setempat.
Penanggalan dan Pembagian Periode
Periode Akkad umumnya ditanggalkan pada tahun 2334-2154 SM (kronologi tengah Mesopotamia kuno), ia didahului oleh periode Sumeria, dan dilanjutkan dengan periode Gutium, kemudian Ur III/Neo-Sumeria.
Timeline Raja-Raja Akkad
Urutan raja-raja Akkad termasuk singkat dan jelas, dan berdasarkan daftar raja-raja yang dicatat oleh bangsa Neo-Sumeria, terdapat 5 raja dari bangsa Akkad yaitu:
- Sargon (2334-2279 SM) 55 tahun.
- Rimush (2278-2270 SM) 8 tahun.
- Manishtushu (2269-2255 SM) 14 tahun.
- Naram-Sin (2254-2218 SM) 36 tahun.
- Shar-Kali-Sharri (2217-2193 SM) 24 tahun.
- Interregnum (masa kekacauan) (2192-2190 SM) 2 tahun.
- Dudu (2189-2169 SM) 20 tahun.
- Shu-Turul (2168-2154 SM) 14 tahun.
Patung Tembaga, kepala Sargon/Manistushu/Naram-Sin. |
Perkembangan Kerajaan
Akkad sebelum Sargon Agung
Nama kekaisaran Akkad berasal dari nama wilayah dan kota yaitu Akkad yang berada di daerah pertemuan sungai Tigris dan Efrat. Meski lokasi kota ini belum terindentifikasi, namun ia dikenal dari berbagai sumber naskah kuno.
Di antara naskah tersebut terdapat sebuah catatan pada masa sebelum pemerintahan Sargon, dan tertuang fakta bahwa nama Akkad bukan berasal dari bahasa Akkad, disimpulkan bahwa kota Akkad mungkin telah berdiri sebelum masa Sargon.
Sargon Agung (2334-2279 SM)
Sargon dari Akkad, Sargon Agung (Sharru-ukin, Sharru-Ken = "raja yang sah"), memperoleh kekuasaan dalam pertempuran di URUK, setelah mengalahkan Lugal-Zage-si (Summeria) dan menaklukkan kerajaannya.
Berdasarkan naskah yang berasal dari masa Sargon, tertulis mengenai klaim Sargon akan dirinya, bahwa ia adalah anak dari La'ibum atau Itti-Bel, seorang tukang kebun, atau seorang wanita yang dianggap suci, atau imam dewi Ishtar atau Inana.
Legenda lain mengenai Sargon yang berasal dari periode Ashur menuliskan:
"Ibuku bukanlah ibuku, ayahku tidaklah ku tahu. Pamanku pecinta wilayah perbukitan. Kota ku adalah Azurpiranu (padang rumput), yang terletak di tepi sungai Efrat. Ibu kandungku, mengandung diriku dengan diam-diam. Setelah melahirkanku. Dia meletakkan diriku di dalam keranjang dengan terburu-buru, penutup keranjang dilapisinya dengan aspal. Ia menghanyutkanku ke sungai namun tidak membuatku tenggelam. Aliran sungai membawaku kepada Akki, sang penjaga pintu sungai, yang kemudian membesarkan ku sebagai anaknya. Akki sang penjaga pintu air, menunjukkku menjadi tukang kebunnya. Ketika saya sebagai bekerja sebagai tukang kebun, dewi Ishtar mencurahkan kasihnya kepadaku, dan selama empat dan (lima puluh?).... bertahun-tahun saya menjadi raja."
Klaim berikutnya yang dibuat atas nama Sargon menyebutkan bahwa ibu nya adalah seorang "entu" atau imam besar. Klaim tersebut mungkin dilakukan untuk mengangkat derajatnya sebagai raja, mengingat hanya keluarga terhormat yang bisa menduduki posisi raja.
Peta lokasi Akkad dan kerajaan Kish, dimana Sargon memulai karir nya |
Awalnya ia adalah seorang juru minum (Rabshakeh) dari raja Kish yang bernama Ur-Zababa, Sargon kemudian menjadi tukang kebun, dan bertanggung jawab untuk membersihkan saluran irigasi. Hal ini memberinya kesempatan untuk mengenal para penggarap lahan yang mempunyai disiplin tinggi, yang mungkin menjadi tentara pertamanya.
Setelah menggulingkan Ur-Zababa, Sargon diangkat menjadi raja, dan dia kemudian memulai menaklukkan berbagai negeri asing. 4 kali ia menyerang wilayah Suriah dan Kanaan, dan menghabiskan 3 tahun waktunya untuk menundukkan negara-negara di wilayah barat, dan menyatukan mereka dengan Mesopotamia, menjadi kekaisaran tunggal.
Sargon mampu menaklukkan banyak wilayah :
yang wilayah baratnya mencapai Laut Mediterania, mungkin hingga Cyprus (Kaptara);
di utara hingga ke wilayah pegunungan (naskah bangsa Het/Hittite menulis Sargon berperang dengan raja Nurdaggal dari Burushanda, hingga mencapai Anatolia);
di timur hingga negeri Elam;
Dan ke selatan hingga ke Magan (Oman) dan Dilmun (moderen Bahrain).
Dia menguatkan kekuasaannya atas wilayah-wilayah ini dengan mengganti penguasa setempat dengan para bangsawan dari negeri Akkad, hal ini untuk menjaga loyalitas mereka.
Jaringan perdagangan semakin meluas, dari perak di Anatolia hingga lapis Lazuli di wilayah moderen Afganistan, dari kayu aras di Libanon hingga tembaga di Magan. Konsolidasi negera kota di Sumeria dan Akkad mencerminkan kekuatan ekonomi dan politik Mesopotamia.
Gambar Sargon dipasang di tepi Laut Mediterrania, pada lokasi kemenangannya, ia juga mengembangkan kota-kota dan istana-istana di Akkad dari hasil rampasan perang. Sargon mengklaim sebagai penakluk 4 penjuru - utara Akkad (Ashur/Subartu), Selatan (Sumeria), timur (Elam), Barat (Martu/Amorit).
Sepanjang hidup, Sargon mendedikasikan dirinya bagi dewa-dewi Sumeria, khususnya Inana (Ishtar), pelindungnya, dan Zababa, dewa perang negeri Kish. Ia menyebut dirinya "Imam yang diurapi oleh Anu" dan "Ensi (raja) agung bagi dewa Enlil". Putrinya, Enheduanna diangkat menjadi imam dewi Nanna di kuil kota Ur.
Sebuah naskah dari periode Babilon menuliskan bahwa pada akhir masa pemerintahan Sargon, timbul berbagai macam permasalahan:
"Pada hari tua nya, semua negri memberontak melawan nya, dan mereka mengepung nya di (kota) Akkad [namun] ia menghadapi mereka dalam peperangan dan mengalahkan mereka, ia berhasil meruntuhkan dan menghancurkan tentara mereka yang besar itu."
dan tak lama kemudian terjadi lagi pemberontakan:
"Orang Subartu (suku-suku Ashur) di wilayah pegunungan - kemudian berganti menyerang, walau mereka akhirnya menyerah, dan Sargon membuat perhitungan dengan rakyat Subartu, ia memukul mereka dengan bengis."
Rimush & Manishtushu (2278-2255 SM)
Berbagai pemberontakan yang terjadi pada masa tua Sargon, terwariskan pada keturunannya. Anak Sargon bernama Rimush (2278-2270 SM) kemudian menjadi raja, namun selama berkuasa, ia disibukkan untuk meredam berbagai pemberontakan di berbagai kota Summeria dan Elam. Ia hanya berkuasa selama 8 tahun (ada yang mengatakan 7,9,15 thn) dan kemudian terbunuh di istana.
Kakak Rimush yaitu Manishtushu (2269-2255 SM) kemudian menjadi raja dan memerintah selama 15 tahun. Ia tercatat melakukan peperangan laut melawan 32 raja dan berhasil mengambil alih negeri-negeri mereka di jazirah Arab (moderen Uni Emirat Arab dan Oman). Manishtushu juga memerintahkan pembangunan kuil Ishtar di Nineveh. Walau ia mencapai kesuksesan, namun nasibnya sama dengan adiknya yang kemudian di bunuh oleh kalangan istana.
Naram-Sin (2254-2218 SM)
Anak Manishtushu, Naram-Sin kemudian menjadi raja, pencapaian militer nya sangat termasyur hingga ia mendapat gelar kerajaan "Lugal Naram-Sin, Sar Kibrat Arabaim" yang berarti raja Naram-Sin, penguasa 4 wilayah, 4 wilayah adalah rujukan atas seluruh dunia. Dia juga adalah orang yang pertama dalam kebudayaan Sumeria yang mengklaim diri sebagai "dewa dari Akkad," hal ini bertentangan dengan kepercayaan relijius umum yang menyebut jika raja hanyalah wakil rakyat di hadapan para dewa.
Naram-Sin juga mencatat penaklukkan Akkad akan kota Ebla dan Armanum. Lokasi Armanum masih dalam perdebatan; seringkali diidentifikasi sebagai Armi (Aramean) seperti yang tertulis pada tablet Ebla. Ada yang mengatakan Armanum sebagai benteng di Bazi (Kompleks Tall Banat) yang berada pinggir sungai Efrat diantara Ebla dan Tell Brak, ada juga yang mempercayai Armanum sebagai Aleppo.
Untuk mengawasi wilayah Suriah, ia membangun sebuah istana di Tell Brak, sebuah persimpangan jalan, di jantung lembah sungai Khabur.
Naram-Sin juga melakukan kampanye militer terhadap Magan yang memberontak, dan berhasil menangkap raja Mandannu, penguasa Magan. Ia turut mendirikan pos-pos militer di sepanjang jalan raya Mesopotamia.
Ancaman utama kekuasaan Naram-Sin berasal dari wilayah utara, di pegunungan Zagros, berdiam suku Lullubi dan Gutium. Kampanye militer melawan Lullubi terukir dalam "Prasasti Kemenangan Naram-Sin," saat ini berada di Louvre, Perancis.
Sumber dari bangsa Het menginformasikan jika Naram-Sin berkelana hingga ke Anatolia melawan orang Het, Hurrian dan Zipani dari Kanesh, beserta 15 suku lain.
Kekayaan bangsa Akkad bersumber dari kondisi iklim yang mendukung, surplus pertanian dan perampasan harta dari bangsa lain.
Perekonomian disusun dengan terencana, butiran gandum dibersihkan, jatah gandum dan miyak di distribusikan melalui bejana yang berukuran standar. Pajak yang di bayar, digunakan untuk membiayai pembangunan dinding kota, kuil, kanal irigasi, dan pintu air agar menghasilkan surplus pertanian yang besar.
Dalam naskah pada periode Ashur dan Babilon, istilah "Akkad dan Sumeria" muncul sebagai sebuah gelar kerajaan.
Dalam bahasa Sumeria: LUGAL KI-EN-GI KI-URI atau dalam bahasa Akkad: Sar mat Sumeri u Akkadi, yang berarti "Raja Sumeria dan Akkad."
Ini adalah gelar untuk raja yang berhasil menguasai Nippur pusat intelektual dan relijius di wilayah selatan Mesopotamia.
Selama periode ini, bahasa Akkad menjadi lingua franca di Timur-Tengah, dan secara resmi digunakan untuk administrasi, namun demikian bahasa Sumeria tetap dipakai sebagai bahasa sastra.
Penyebarannya membentang dari Suriah hingga Elam (Iran), bahkan bahasa Elam ditulis menggunakan kuneiform Akkad.
Tulisan Akkad juga ditemukan di tempat yang sangat jauh, yaitu di Mesir (pada periode Amarna), Anatolia dan Persia (Behistun).
Sebuah naskah dari masa Ur III atau (old) Babilon yang menafsirkan jika Naram-Sin adalah penyebab murkanya dewa Enlil, dan hal ini menyebabkan para dewa menyingkir dari kota Akkad, sehingga Akkad kehilangan berkat dari para dewa, dan akhirnya membuat kekaisaran Akkad runtuh (The curse of Agade/Kutukan Akkad).
Shar-Kali(Gani)-Sharri (2217-2193 SM)
Anak dari Naram-Sin, ia menjadi raja pada saat kekaisaran Akkad memasuki masa krisis. Bangsa Guti/Gutium/Quti (Gutian) yang hidup di pegunungan Zagros semakin sering melakukan serangan "hit & run", serta banyak negri-negri vassal yang melakukan pemberontakan akibat pajak yang tinggi untuk membiayai penanggulangan serangan bangsa Guti.
Selain itu banyak kota di Summeria juga mengalami kekeringan dan membuat mereka meninggalkan daerah perkotaan.
Pencapaian utamanya adalah memperbaiki kuil Enlil di Nippur, mungkin karena waktunya yang berdekatan dengan serangan bangsa Gutium dan bencana kekeringan hingga lahirlah naskah The curse of Agade/kutukan Akkad.
Interregnum (Negara Dalam Keadaan Kacau)
Setelah kematian Shar-Kali-Sharri kota-kota Summeria jatuh ke dalam anarkisme. Dan selama waktu 2 tahun, terjadi 4 pergantian raja yaitu: Igigi, Inini, Nanum, Ilulu.
Dudu (2189-2169 SM)
Memerintah selama 20 tahun, namun kekuasaannya hanya berkisar pada kota Akkad, selama berkuasa ia disibukkan dengan pertempuran dengan bangsa Guti, Amorit & Elam.
Shu-Turul (2168-2154 SM)
Anak dari Dudu dan memerintah selama 14/15 tahun, Akkad kemudian ditaklukkan oleh bangsa Guti, dan hegemoni wilayah ini berpusat di kota Uruk.
Kehancuran Akkad
Kekaisaran Akkad akhirnya runtuh sekitar tahun 2154 SM, 180 tahun sejak didirikan. Hal ini membawa wilayah Mesopotamia kepada periode kegelapan, hingga munculnya Dinasti Ur III pada tahun 2112 SM.
Sangat sedikit yang diketahui tentang periode Gutium. Sebuah naskah memberitahukan jika penguasa Gutium tidak memperhatikan masalah pertanian, administrasi, atau keamanan negara; mereka memaksa semua hewan ternak dibebaskan berkeliaran di Mesopotamia, dan hal ini segera membawa bencana kelaparan dan harga gandum yang meroket.
Kemerosotan ini, juga bertepatan dengan musim kemarau yang parah akibat perubahan iklim yang melanda hingga wilayah Mesir.
Raja Sumeria, Ur-Nammu (2112-2095 SM) akhirnya berhasil mengusir orang-orang Gutium dari Mesopotamia.
Bukti dari Tell Leilan, di wilayah utama Mesopotamia mungkin dapat menunjukkan apa yang terjadi pada periode kekeringan itu. Situs ini ditinggalkan segera setelah tembok besar kota, serta kuil-kuilnya selesai dibangun.
Puing-puing, debu dan pasir yang menutupi kota ini menunjukkan jika tidak ada jejak aktivitas manusia. Sampel tanah hanya menunjukkan pasir yang tertiup angin, tanpa ada nya jejak aktivitas cacing tanah, curah hujan secara drastis menurun terlihat dari indikasi kekeringan dan tiupan angin.
Juga terdapat bukti rangka kurus dari ternak domba dan sapi yang menunjukkan kematian akibat kekeringan, sekitar 28.000 penduduk meninggalkan kota ini, untuk mencari sumber air di tempat lain.
Lalu lintas perdangan runtuh, para penggembala nomaden seperti bangsa Amori mulai bergerak menuju sumber air terdekat yang akhirnya membawa konflik dengan penduduk Akkad.
Perubahan iklim ini nampaknya mempengaruhi seluruh Timur-Tengah, dan bertepatan juga dengan runtuhnya (Periode) Kerajaan Lama Mesir.
Runtuhnya wilayah pertanian yang mengandalkan curah hujan di bagian utara berarti runtuhnya Mesopotamia bagian selatan, yang merupakan sumber utama penopang kekaisaran Akkad.
Ketinggian air di sungai Tigris dan Efrat turun hingga 1,5 M dibawah level air pada tahun 2600 SM, dan meskipun menjadi stabil pada Periode Ur III, rivalitas antara para penggembala dan petani semakin meningkat.
Sebuah upaya untuk mencegah penggembala nomaden memasuki wilayah pertanian, adalah dengan membangun tembok sepanjang 180 KM yang dikenal sebagai "Pengusir orang Amorit" di antara Tigris dan Efrat, dikerjakan oleh raja Shu-Sin, pada periode Ur III. Namun kebijakan ini menyebabkan meningkatnya ketidakstabilan politik; dan terjadi kekacauan di wilayah-wilayah yang iklimnya kurang menguntungkan.
Periode diantara tahun 2112-2004 SM dikenal sebagai periode Ur III. Praktek penulisan dokumen kembali dilakukan di Sumeria, namun bahasa Sumeria hanya menjadi bahasa sastra atau liturgi keagamaan, sama seperti bahasa latin.
Pemerintahan
Bangsa Akkad berhasil membentuk "standar Klasik" bagi negara-negara yang akan muncul di wilayah Mesopotamia.
Secara tradisi, seorang ensi adalah pejabat tertinggi di negara kota Sumeria. Dan pada periode berikutnya, seseorang dapat menjadi ensi, dengan cara menikahi imam dewi Inana, hal ini untuk melegitimasi kekuasaan melalui persetujuan illahi.
Lalu sistem monarki berkembang, dan sebuah negara kota di pimpin oleh lugal (lu=orang(lelaki), gal=besar) namun ia tunduk pada seorang imam ensi.
Awalnya Lugal diangkat untuk mengatasi masa sulit yang tidak mampu diselesaikan oleh seorang ensi, namun pada masa dinasti dikemudian hari, seorang lugal memiliki peranan utama, dan mempunyai sebuah istana atau "e" (=rumah), yang terpisah dari kuil.
Saru hal yang sangat penting pada zaman ini adalah, siapapun yang mengendalikan kota Kish atau menjadi Sar Kissati (raja kish), akan dianggap sebuah keunggulan di Sumeria, hal ini dikarenakan posisi ke-2 sungai (Efrat dan Tigris) berdekatan pada kota ini, hingga siapa yang mengendalikan kota Kish berarti mengendalikan sistem irigasi di kota-kota bagian hilir Mesopotamia.l
Pada periode Sargon posisi Ensi adalah selevel dengan gubernur, dan ia berada di bawah kekuasaan Sar Kissati, "sang penguasa alam semesta." Sargon juga tercatat mengorganisir ekspedisi angkatan laut ke Dilmun (Bahrain) dan Magan.
Ketika Sargon memperluas wilayahnya dari (Laut Bawah) Teluk Persia ke (Laut Atas) Mediterania, ia merasa telah menaklukkan semua wilayah di muka bumi, dari tempat terbit hingga terbenamnya matahari, seperti yang tertulis dalam naskah-naskah
Pada masa Naram-Sin, cucu Sargon, ia melangkah lebih jauh dalam klaim, karena ia mengangkat dirinya ke level "dingir" (=para dewa), ia juga mendirikan kuil untuk dirinya sendiri.
Jika pada periode sebelumnya, seorang penguasa seperti Gilgamesh menjadi dewa setelah kematian, namun para raja setelah Naram-Sin, menganggap diri mereka sebagai dewa yang hidup diantara manusia. Gambar figur mereka selalu lebih besar dari pada manusia lain.
Salah satu strategi yang digunakan oleh Sargon dan Naram-Sin untuk memperkuat kontrol mereka atas negara, adalah dengan mengangkat anak perempuan mereka, Enheduanna dan Emmenanna, menjadi imam besar dewa Sin (sebutan dalam bahasa Akkad untuk dewi bulan Sumeria, Nanna, di kota Ur); anak lelaki mereka sebagai ensi, atau selevel gubernur di lokasi strategis; atau menikahkan anak perempuan mereka dengan penguasa negeri lain. Yang tercatat adalah kisah anak perempuan Naram-Sin, Tar'am-Agade di kota Urkesh (bangsa Hurri)
Ekonomi
Rakyat Akkad sepenuhnya bergantung pada sistem pertanian, di 2 wilayah utama:
1. Lahan pertanian dengan sistem irigasi di wilayah selatan.
2. Lahan pertanian tadah hujan di wilayah utara.
Wilayah selatan pada periode Akkad nampaknya memiliki curah hujan yang mirip dengan zaman moderen ini, yakni kurang dari 20 mm per tahun. Sehingga pertanian sangat bergantung pada sistem irigasi.
Sebelum periode Akkad, tingkat salinitas (kadar garam) tanah telah meningkat, hal ini diakibatkan sistem irigasi yang kurang baik, dan telah mengurangi hasil panen gandum di wilayah selatan ini, hal ini menyebabkan mereka mengubah ke varietas gandum yang berkualitas rendah namun memiliki toleransi yang tinggi terhadap kadar garam.
Populasi perkotaan mencapai puncaknya pada tahun 2600 SM, dan tekanan demografi ini berkontribusi terhadap munculnya gerakan militerisme sebelum periode Akkad (terlihat pada "Stele of Vultures of Eannatum").
Kepadatan penduduk di wilayah ini memberi Akkad, akses untuk merekrut tentara dalam jumlah besar.
Namun demikian cadangan air di Akkad cukup tinggi karena sungainya mendapatkan limpahan air secara teratur dari lelehan salju dan badai musim dingin di wilayah hulu (dataran tinggi). Limpahan air ini cukup stabil sekitar tahun 3000-2600 SM, lalu mulai menurun pada periode Akkad.
Walau demikian, masa banjir di wilayah ini lebih sulit untuk diprediksi dibandingkan sungai Nil; seringnya terjadi banjir besar membuat biaya pemeliharaan sistem irigasi membengkak. Kadang pada masa gagal panen, para petani direkrut untuk menjadi pekerja guna memperbaiki irigasi.
Gwendolyn Leick berpendapat jika pekerjaan ini adalah tugas awal Sargon di kerajaan Kish, dari tugas ini lah, Sargon dapat mengendalikan sekumpulan besar pekerja; sebuah tablet tertulis:
"Sargon, sang raja, kepadanya Enlil berkenan untuk tidak memiliki saingan - 5.400 prajurit mengkonsumsi roti tiap hari di bawah Sargon."
Pada musim panas yang kering, bangsa Amorit yang nomaden dari wilayah barat akan menggembalakan kambing dan domba mereka untuk merumput ke wilayah yang mendapat curahan air dari sungai dan saluran irigasi. Untuk itu mereka diharuskan mempersembahkan wol, daging, susu dan keju ke kuil-kuil, dan dari sini akan di distribusikan kepada para birokrat dan imam-imam.
Jika cuaca kondusif, semua ini berjalan dengan baik, namun pada tahun-tahun yang buruk, padang rumput tidaklah banyak jumlahnya, dan para penggembala nomaden ini berusaha menggembalakan ternak mereka di lahan gandum, dan konflik dengan petani akan terjadi.
Namun jika kiriman persediaan gandum dari wilayah utara (pertanian tadah hujan) mencukupi, maka masalah dapat dihindari.
Dalam hal produk pertanian wilayah Sumer dan Akkad cukup surplus, namun mereka tidak memiliki sumber daya alam lain seperti: biji besi, kayu dan batu untuk pembangungan istana, semua ini harus di import.
Pelebaran wilayah kekaisaran Akkad hingga ke "pegunungan perak" (Pegunungan Taurus), ke "Kayu Aras" Lebanon, serta Magan dengan cadangan tembaganya, kemungkinan besar untuk mengamankan kontrol atas sumber daya ini. Pada satu tablet tertulis:
"Sargon, raja Kish, menang dalam 34 pertempuran (atas kota-kota) hingga ke tepi laut (dan) menghancurkan dinding mereka. Ia membuat kapal-kapal dari Meluhha, kapal dari Magan (dan) kapal dari Dilmun tertambat di dermaga Agade. Raja Sargon bersujud dihadapan (dewa) Dagan (dan) memanjatkan doa kepadanya; (dan) ia (Dagan) memberinya wilayah dataran tinggi, yaitu Mari, Yarmuti, (dan) Ebla, hingga ke hutan Aras (dan) ke pegunungan perak."
Kebudayaan
Seni
Dalam bidang seni para raja Akkad sangat memberi perhatian khusus, banyak seni dari bangsa Sumeria dilestarikan. Teknik ukiran pada segel-segel, semakin meningkat, namun banyak menggambarkan "suasana konflik yang mengerikan, bahaya dan ketidakpastian.
Banyak pula penggambaran dunia dimana manusia dijatuhkan hukuman yang tidak dapat dipahami alasannya, dari para dewa. Dewa dewi ini terasa jauh dan menakutkan serta menuntut untuk di sembah, namun tidak dapat dicintai." Suasana hati demikian menjadi ciri dari seni Mesopotamia kuno.
Bahasa
Pada periode ini terjadi hubungan simbiosis antara orang Sumeria dan Akkad, mereka menjadi bilingualisme.
Pengaruh bahasa Sumeria terlihat banyak diadopsi dalam tata bahasa Akkad. Bahasa Akkad secara bertahap menggantikan bahasa Sumeria sebagai bahasa lisan, namun bahasa Sumeria terus digunakan sebagai bahasa suci, seremonial, literatur dan ilmiah di Mesopotamia hingga abad ke-1 Masehi.
Teknologi
Sebuat tablet dari periode Akkad tertulis, "(Sejak zaman dahulu) tidak ada yang membuat patung dari timah, (tapi) Rimush raja Kish, memiliki patung dirinya yang terbuat dari timah, berdiri di hadapan Enlil, dan melafalkan (Rimush) kebajikannya kehadapan para dewa."
Patung Bassetki tembaga, menunjukkan bukti akan tingkat keterampilan yang diraih para pengrajin pada periode Akkad.
Patung Bassetki dari tembaga. |
Segel dari Periode Akkad. |
Kekaisaran Akkad menciptakan sistem pos pertama, dimana sebuah tablet tanah liat ditulisi dengan huruf Kuneiform Akkad, dibungkus dengan amplop tanah liat dan ditulis dengan nama dan alamat dari penerima, serta ditandai dengan segel dari pengirim. Surat ini tidak dapat dibuka kecuali dengan merusak segelnya.
Dinasti Gutium
Dinasti bangsa Guti/Gutium mulai berkuasa di Mesopotamia sekitar tahun 2154-2112 SM, menggantikan bangsa Akkad.
Mereka memerintah sekitar 1 abad (daftar raja-raja Sumeria menyebut bervariasi antara 25 dan 4 tahun). Akhir dari periode Gutium ditandai dengan berkuasanya Ur-Nammu, pendiri dari dinasti Ur III "Neo-Sumeria", pada tahun 2112 SM.
Bangsa ini mungkin berasal dari pegunungan Zagros tengah, meski tidak diketahui secara pasti tentang asal-usulnya.
Pink (Lokasi awal bangsa Guti), Krem (kekuasan Gutium di Mesopotamia), Biru (Lokasi ibu kota Akkad), Hijau (Kekuasaan bangsa Neo-Sumeria) |
Sejarah
Bangsa Guti melakukan taktik serangan "hit & run" pada wilayah perbatasan, dan akan memerlukan waktu yang lama bagi tentara kekaisaran untuk mengendalikan situasi di wilayah terkait.
Serangan ini melumpuhkan ekonomi kekaisaran, keamanan di perjalanan menjadi terganggu demikian pula dengan aktifitas petani di ladang-ladang, hal ini menyebabkan timbulnya gagal panen dan kelaparan.
Dalam "Daftar Raja Sumeria" dituliskan bahwa raja Ur-Utu dari Uruk dikalahkan oleh bangsa barbar Guti, sekitar tahun 2150 SM. Mereka menyapu serta mengalahkan tentara Akkad, dan meruntuhkan kekaisaran pada tahun 2115 SM.
Namun orang Guti ini tidak menguasai seluruh kota kekaisaran Akkad, karena beberapa kota tetap merdeka, contohnya Lagash, disana dinasti lokal tetap berkuasa dan meninggalkan catatan arkeologi.
Kehancuran ibu kota Akkad menyebabkan lokasinya hingga kini tidak diketahui. Bangsa Guti adalah penguasa yang buruk, pada periode ini kemakmuran menurun. Mereka sangat awam dengan kerumitan sebuah peradaban dan mengorganisasikan sebuah negara, mereka juga tidak mampu mengatasi pemeliharaan jalur irigasi serta pertanian.
Dan hal ini menyebabkan timbulnya kelaparan serta membawa Mesopotamia ke dalam masa kegelapan.
Ibu kota Akkad dijadikan pusat kekaisaran oleh bangsa Guti, beberapa kota di Sumeria yakni di wilayah selatan mendapat keuntungan dari jarak ini, mereka membayar upeti untuk mendapatkan kemerdekaan dan mengatur wilayahnya.
Demikianlah Uruk berhasil mengembangkan diri. Bahkan di kota Akkad sendiri, seorang penguasa dari bangsa Sumeria berhasil naik ke puncak kekuasaan, yang terkenal adalah Ensi Gudea dari kota Lagash.
Setelah melalui beberapa raja, penguasa Guti akhirnya mulai berbudaya, dan mereka hanya berkuasa sekitar 1 abad - sekitara tahun 2050 SM, mereka diusir dari Mesopotamia oleh penguasa Uruk dan Ur, ketika Utu-hengal dari Uruk mengalahkan raja Tirigan dari bangsa Guti. Kemenangan ini membangkitkan perekonomian di wilayah selatan.
Sekitar 1.500 tahun kemudian terdapat sebuah naskah (Weidner Chronicle) yang menceritakan tentang periode Gutium:
"Naram-Sin menghancurkan orang-orang Babel, demikianlah 2 kali dewa Marduk membangkitkan kekuatan Gutium untuk melawannya. Marduk memberikan tahta kerajaan kepada bangsa Guti.
Bangsa Guti adalah orang yang tidak mengenal kebahagiaan, dan tidak mengetahui bagaimana menghormati dan memuja para dewa.
Utu-hengal, seorang nelayan, menangkap ikan di tepi laut untuk dipersembahkan sebagai qurban kepada para dewa. Ikan itu bahkan tidak boleh dipersembahkan kepada dewa lain sebelum diberikan kepada dewa Marduk, namun orang Guti merampas ikan rebus itu dari nya sebelum di persembahkan, oleh karena hal tersebut, keputusan agung di ambil, Marduk merebut berkah kekuatan dari bangsa Guti untuk memerintah tanahnya dan memberikannya kepada Utu-hengal."
Post a Comment